20 April 2013

Permintaan

Duhai perempuanku,
Aku tak pernah memintamu menghalangi di jalan itu. Waktu, kesempatan, takdir, mungkin yang mengaturnya. Dan ketika kau terpana memandang parasku yang lesi, itu juga kehendakku. Janganlah kau sesali pertemuan itu. Hidup, juga persilangan, terjadi setiap saat. Kalau bukan di sudut itu, mungkin di tikungan yang lain. Bukankah ombak juga bertemu karang tanpa mengeluh sejak dulu?

Duhai perempuanku,
Aku tak pernah berharap kau mengantarku siang itu. Aku sudah cukup bahagia berjalan sendiri di bawah cakar panas matahari yang memanggang. Kau bilang aku tak berhak teriksa oleh panas yang menderai-derai. Tapi sebetulnya aku selalu baik-baik saja. Dengan atau tanpa terpaan cahaya berdaya jutaan kilowatt itu. Matahari dan angin sahabatku sehari-hari. Aku hidup bersama mereka.


Duhai perempuanku,
Senyummu sudah lebih dari cukup. Bahkan jauh menyejukkan dibanding semua yang hijau di bumi ini. Mungkin kau tak tahu betapa aku terpana ketika tanganmu menggenggam uluran tanganku yang ragu-ragu. Lenganmu yang lembut, kasih sayang tulus. Aku seperti kapas yang melayap ke langit dihembus topan kebahagiaan.

Duhai perempuanku,
Bukan salahmu, pun bukan karena diriku, jika jumpa itu lalu bertukar tangkap dengan rindu. Yang menggebu. Ada hela-helai hatiku yang gemerincing setelah kau petik berganti-ganti. Lewat matamu yang teduh. Tawamu yang lepas. Usahlah kamu semak hati. Sebab bahkan pelangi pun senang dibasuh hujan.

Duhai perempuanku,
Tentu saja bukan pintaku kalau benih-benih suka itu lantas tersemai begitu rupa. Kembang bermekaran. Daun-daun bertumbuhan. Dan pucuk-pucuk pinus menari bersama gendang kehidupan.

Duhai perempuanku,
Tapi kenapa kau lekas pergi? Aku memang tak pernah memintamu tinggal. Berumah di pinggir telaga sunyi. Aku hanya mengharapmu singgah sejenak. Biar bungaku tumbuh dulu. Biar gerimis tak lagi jatuh
, dan membasahi peraduanku.
Terlalu berlebihankah permintaanku....?

0 comments:

Posting Komentar