Tampilkan postingan dengan label sketsa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sketsa. Tampilkan semua postingan

23 November 2012

Wujud Tuhan dalam Agama Hindu

Para Rsi Veda mencoba dengan penuh rasa bhakti untuk menemukan Tuhan di dalam keberadaan utama dengan impersonalitas penuh. Mereka mengatakan ”kita mulai mendapatkan petunjuk yang sangat bagus tentang Tuhan pada tahapan di mana otak kita merasa letih”. Dia tak dapat dipahami melalui logika apapun. Dia hanya dapat dialami sebagaimana kita mengalami udara yang menyentuh tubuh kita. Pengalaman seperti ini dapat dicapai dengan penyerahan diri sepenuhnya”.

Pembacaan mantra-mantra Veda akan sangat berarti bila si pembaca berupaya merealisasikan Tuhan sebagai penyandang status tertinggi. Pencapai utama mantra-mantra Veda adalah dalam mengembangkan suatu penyatuan dengan Tuhan yang menyandang “status tertinggi”. Veda mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan sebagai “roh individu”. Senantiasa bersama kita setiap saat dalam situasi apapun juga.


Dialah pelindung kehidupan sekaligus kematian kita. Dalam Brahmasutra 2.3 dikatakan “Janmadaysya Yatah Sastrayonitvat” yang bermakna Tuhan adalah sebab di balik asal mula kita dan memberikan perlindungan kepada kita. Karena Ia adalah penyebab maka, Ia pun merupakan pencipta dari Veda dan dinyatakan dengan sastra. Tuhan adalah pencipta tetapi bukan dari ketiadaan seperti keyakinan agama-agama Abraham melainkan proses penciptaan berasal dari persatuan Purusha dan prakerti yang terdapat dalam Tuhan sendiri. Tuhan adalah pelukis yang agung tetapi Ia bukan pesulap Dia mencipta dengan keberadaanNya dengan sangat agung (Mahipraniti). Dengan cahayaNya yang maha suci dan Ia adalah satu-satunya Tuhan dari semua ciptaan. Dengan “Lila”Nyalah Tuhan menciptakan semua ini.

Dalam kisah agung Mahabarata Tuhan dalam wujud Sri Krsna telah memperlihatkan bentuk-Nya yang tak terhingga dan begitu mengagumkan. Alam semesta berada dalam badan Tuhan dan tak satu ruangpun luput dari perhatian Tuhan. Tuhan adalah awal sekaligus akhir dari segala sesuatu. Tuhan berada dimana-mana termasuk dalam setiap mahluk namun Tuhan tersisih dari segala karma baik atau buruk. Tuhan hanya dapat dilihat melalui cinta kasih (bhakti) karenaTuhan bersifat tak terpkirkan dan hanya mata rohanilah yang dapat memahami hal tersebut. Lebih lanjut dijelaskan dalam bentuk semesta, Arjuna melihat mulut-mulut tak terhingga, wahyu-wahyu ajaib yang tak terhingga, perhiasan rohani yang tak terhingga, senjata rohani yang tak dapat dilukiskan, cahaya kebahagiaan tanpa batas yang menyebar ke mana-mana dan tentu saja hal tersebut tak tertangkap oleh akal pikiran manusia. Begitulah keagungan Tuhan yang tak terpikirkan oleh siapapun. Tuhan mengatasi segala hal. Ia ada dalam setiap individu termasuk “Dyav A Partivyoh” (ruang antara Sorga dan Bumi ) dan “Lokatrayam” (tiga dunia).

Berbeda dengan ajaran agama lain, dalam agama Hindu Tuhan berada dalam posisi imanen dan transenden. Dalam Islam misalnya banyak para filsuf mengidentikkan ajaran wahdat al-wujud Ibn Arabi dengan panteisme dalam arti bahwa yang disebut Tuhan adalah alam semesta. Jelas bahwa Ibn Arabi tidak mengidentikkan alam dengan Tuhan. Bagi Ibn Arabi, sebagaimana halnya dengan sufi-sufi lainnya, Tuhan adalah transendental dan bukan imanen. Tuhan berada di luar dan bukan di dalam alam. Alam hanya merupakan penampakan diri (tajalli) dari Tuhan, dengan kata lain Kuasa Tuhan dalam padangan ini lebih terbatas hanya sebatas luar mahluk hidup saja.

Banyak gelar atau sebutan yang diberikan untuk rnenyebut nama Tuhan Yang Maha Esa. Banyak pula kekuatan Tuhan ataupun kemahakuasaan-Nya. Tuhan juga memiliki banyak bentuk atau banyak wujud (bahu murti). Begitu pula dalam kaitannya dengan keberadaan-Nya, bahwa Tuhan ada di mana mana (wyapi wyapaka). Tuhan memiliki beragam sifat atau karakter (Saguna Brahman). Tuhan pula sesungguhnya tidak dapat dipikirkan (acintya). Masih banyak lagi karakter Tuhan itu sendiri.

“Maya tatam idam sarwam jagad awyaktamurtina. Matsthani sarwabhutani na ca ham tesawawasthitah,” maksudnya adalah alam semesta ini diliputi oleh Aku (Brahman) dengan wujud Aku secara rohani (atman), namun di sisi lain semua makhluk ada pada-Ku. Segala manifestasi, Dewa Siva, para Aditya, para Vasu, para Sadhya, para Visvadeva, Asvi, para Marut, para Leluhur, para Gandarva, para Yaksa, para Asura dan seluruh Dewa-Dewi yang sempurna memuja- Ku dengan rasa kagum dan bhakti.

Hindu memuja berhala? Dalam Bhagavad Gita 10.40 Sri Krishna berkata, “Nanto’smi mama divyanam vibhutinam,” wujudKu yang rohani nan mulia tidak terbatas”. Sedangkan Brahma sang Pencipta dunia fana berkata “Advaitam acyutam anadim ananta rupam, Sri Acyuta (Krishna)” yang satu tiada duanya itu, tidak berawal dan memiliki wujud beraneka- ragam tak terbatas” (Brahma Samhita 5.33). Alam semesta material adalah wujud semesta Tuhan (Bhagavata Purana 1.5.20, “Idam hibhagavan iva.” Mundaka Upanisad 2.1.10, “purusam evedam visvam”).

Bhagavata Purana 10.40.7 Para bhakta berdoa, “Yajanti tvam maya vai bahu murtyeka murtikam,” Tuhanku, meskipun Anda mewujudkan diri dalam berbagai macam rupa dan bentuk, tetapi Anda tetap satu tiada dua, dan kami hanya menyembah diri-Mu saja”. Memuja Tuhan dalam wujud arca bukan berarti memuja benda mati apalagi tindakan tersebut dipandang sesat (musrik) oleh agama lain. Tetapi bagi seoang bhakta, Tuhan hanya dapat dipahami melalui praktek bhakti secara mendalam dan adalah wajar mencintai Tuhan dengan sepenuh hati. Arca Vigraha, gambar Tuhan yang dipuja di kuil/ mandir adalah juga wujud Tuhan (Padma Purana, arcye visnau siladhir Yasya va narakisah).

Huruf OM (Pranava Omkara) yang mengawali setiap mantra Veda juga adalah juga wujud Tuhan (Bhagavad Gita 7.8, pranavah sarva vedesu. Bhagavad Gita 9.17, vedyam pavitram omkara). Lantas apa bedanya dengan aksara suci yang menggambarkan Tuhan dalam agama lain seperti Allah (dikubah masjid) atau salib (dalam setiap gereja)? (Semua agama memiliki simbol yang dimuliakan. Di Sudut Ka’abah ada batu hitam, atau hajar aswad yang dicium-cium oleh orang Muslim ketika naik haji. Kristen memuja salib dimana patung Kristus menggelayut tak berdaya, red).

Sesungguhnya Tuhan tidak ada pada patung yang terbuat dari kayu, batu atau tanah. “Bhave hividyate devas,” Tuhan ada dalam bhakti. “Tasmad bhave hi karanam,” maka bhakti adalah penyebab Beliau ada pada patung itu”.

(Oleh : Putu Sastrawan Penulis seorang guru SD di desa Tinggarsari, Busungbiu, Buleleng Bali)
Continue reading Wujud Tuhan dalam Agama Hindu

19 Juli 2012

,

Setetes Air Untuk Ramadhan

Kita memiliki gedung-gedung yang semakin tinggi, tetapi semakin rendah ketahanan kita akan amarah. Kita banyak membangun jalan-jalan besar, tetapi wawasan kita semakin sempit. Kita manghabiskan banyak uang, tetapi semakin sedikit apa yang kita punya. Banyak membeli, tetapi semakin sedikit yang bisa dinikmati.

Rumah-rumah kita bertambah besar, tetapi keluarga kita semakin kecil. Rumah yang makin nyaman, tapi makin sedikit waktu menikmatinya. Rumah-rumah yang semakin elok, tetapi keluarga yang berantakan. Relasi semakin banyak, tetangga semakin sedikit. Inilah masa pendapatan yang berganda, tetapi penceraian yang bertambah.

Kita memiliki banyak gelar, tetapi semakin sempit akal. Semakin banyak pengetahuan, tapi makin sempit penilaian pada yang baik dan salah. Semakin banyak ahli, semakin banyak pula masalah. Semakin banyak ditemukan obat, tetapi semakin berkurang kesehatan.

Kita terlalu banyak merokok, minum, ceroboh, terlalu sering tertawa, semakin kerap marah, susah tidur, terlalu sedikit membaca, malas merenung, dan sangat jarang berdo’a.

Kita telah melipatgandakan keinginan, tetapi mengurangi nilai-nilai diri kita. Teralalu banyak berbicara dan kurang mau mendengar. Terlalu sedikit mencinta dan terlalu sering membenci.

Kita telah belajar bagaimana mencari nafkah, tapi tidak mencari makna hidup. Kita mampu menambah tahun-tahun dalam kehidupan kita, tetapi gagal membawa kehidupan dalam tahun-tahun hidup kita.

Kita melakukan hal-hal yang besar, tetapi gagal melakukan hal-hal yang baik. Kita membersihkan udara, tetapi jiwa kita penuh polusi. Kita telah menaklukkan atom, tetapi tidak mampu mengalahkan prasangka buruk dan dengki. Terlalu banyak menilai, tapi kurang insropeksi.

Kita banyak menulis, tetapi sedikit mendengar. Kita banyak berencana tetapi kita sedikit menggapai. Kita belajar untuk mengejar, tetapi tidak belajar menunggu.

Inilah zamannya makanan cepat saji dan pencernaan yang lambat. Manusia-manusia lebih besar fisiknya, tapi kerdil karakternya. Inilah kalanya perjalanan yang singkat, pakaian sekali pakai, moralitas terbuang, kelebihan berat badan, dan pil-pil yang dapat melakukan segalanya: membuat gembira, menenangkan, mempercantik sekaligus membunuh!!!

Inilah waktunya ketika banyak hal yang dipamerkan dan semakin sedikit yang disimpan. Ingatlah, sesungguhnya hidup tidak diukur dengan berapa banyak hembusan nafas yang kita ambil. Tapi diukur dengan saat-saat terakhir hembusan nafas kita.

Semoga dengan berpuasa, kehidupan anak adam kembali harmoni, setiap pribadi tidak lagi menjadi diri yang terbelah dan tercabik-cabik tajamnya dunia.

Wallahu A’lam..........

(suara bawah tanah)
Continue reading Setetes Air Untuk Ramadhan