Para Rsi Veda mencoba dengan penuh rasa bhakti untuk menemukan Tuhan
di dalam keberadaan utama dengan impersonalitas penuh. Mereka mengatakan ”kita mulai mendapatkan petunjuk yang sangat
bagus tentang Tuhan pada tahapan di mana otak kita merasa letih”. Dia tak
dapat dipahami melalui logika apapun. Dia hanya dapat dialami sebagaimana kita
mengalami udara yang menyentuh tubuh kita. Pengalaman seperti ini dapat dicapai
dengan penyerahan diri sepenuhnya”.
Dalam kisah agung Mahabarata Tuhan dalam wujud Sri Krsna telah memperlihatkan bentuk-Nya yang tak terhingga dan begitu mengagumkan. Alam semesta berada dalam badan Tuhan dan tak satu ruangpun luput dari perhatian Tuhan. Tuhan adalah awal sekaligus akhir dari segala sesuatu. Tuhan berada dimana-mana termasuk dalam setiap mahluk namun Tuhan tersisih dari segala karma baik atau buruk. Tuhan hanya dapat dilihat melalui cinta kasih (bhakti) karenaTuhan bersifat tak terpkirkan dan hanya mata rohanilah yang dapat memahami hal tersebut. Lebih lanjut dijelaskan dalam bentuk semesta, Arjuna melihat mulut-mulut tak terhingga, wahyu-wahyu ajaib yang tak terhingga, perhiasan rohani yang tak terhingga, senjata rohani yang tak dapat dilukiskan, cahaya kebahagiaan tanpa batas yang menyebar ke mana-mana dan tentu saja hal tersebut tak tertangkap oleh akal pikiran manusia. Begitulah keagungan Tuhan yang tak terpikirkan oleh siapapun. Tuhan mengatasi segala hal. Ia ada dalam setiap individu termasuk “Dyav A Partivyoh” (ruang antara Sorga dan Bumi ) dan “Lokatrayam” (tiga dunia).
Continue reading Wujud Tuhan dalam Agama Hindu
Pembacaan mantra-mantra Veda akan sangat berarti bila si pembaca
berupaya merealisasikan Tuhan sebagai penyandang status tertinggi. Pencapai
utama mantra-mantra Veda adalah dalam mengembangkan suatu penyatuan dengan
Tuhan yang menyandang “status tertinggi”. Veda mengajarkan kepada kita bahwa
Tuhan sebagai “roh individu”. Senantiasa bersama kita setiap saat dalam situasi
apapun juga.
Dialah pelindung kehidupan sekaligus kematian kita. Dalam Brahmasutra
2.3 dikatakan “Janmadaysya Yatah Sastrayonitvat” yang bermakna Tuhan adalah
sebab di balik asal mula kita dan memberikan perlindungan kepada kita. Karena
Ia adalah penyebab maka, Ia pun merupakan pencipta dari Veda dan dinyatakan
dengan sastra. Tuhan adalah pencipta tetapi bukan dari ketiadaan seperti
keyakinan agama-agama Abraham melainkan proses penciptaan berasal dari
persatuan Purusha dan prakerti yang terdapat dalam Tuhan sendiri. Tuhan adalah pelukis
yang agung tetapi Ia bukan pesulap Dia mencipta dengan keberadaanNya dengan sangat
agung (Mahipraniti). Dengan cahayaNya yang maha suci dan Ia adalah satu-satunya
Tuhan dari semua ciptaan. Dengan “Lila”Nyalah Tuhan menciptakan semua ini.
Dalam kisah agung Mahabarata Tuhan dalam wujud Sri Krsna telah memperlihatkan bentuk-Nya yang tak terhingga dan begitu mengagumkan. Alam semesta berada dalam badan Tuhan dan tak satu ruangpun luput dari perhatian Tuhan. Tuhan adalah awal sekaligus akhir dari segala sesuatu. Tuhan berada dimana-mana termasuk dalam setiap mahluk namun Tuhan tersisih dari segala karma baik atau buruk. Tuhan hanya dapat dilihat melalui cinta kasih (bhakti) karenaTuhan bersifat tak terpkirkan dan hanya mata rohanilah yang dapat memahami hal tersebut. Lebih lanjut dijelaskan dalam bentuk semesta, Arjuna melihat mulut-mulut tak terhingga, wahyu-wahyu ajaib yang tak terhingga, perhiasan rohani yang tak terhingga, senjata rohani yang tak dapat dilukiskan, cahaya kebahagiaan tanpa batas yang menyebar ke mana-mana dan tentu saja hal tersebut tak tertangkap oleh akal pikiran manusia. Begitulah keagungan Tuhan yang tak terpikirkan oleh siapapun. Tuhan mengatasi segala hal. Ia ada dalam setiap individu termasuk “Dyav A Partivyoh” (ruang antara Sorga dan Bumi ) dan “Lokatrayam” (tiga dunia).
Berbeda dengan ajaran agama lain, dalam agama Hindu Tuhan berada
dalam posisi imanen dan transenden. Dalam Islam misalnya banyak para filsuf
mengidentikkan ajaran wahdat al-wujud Ibn Arabi dengan panteisme dalam arti
bahwa yang disebut Tuhan adalah alam semesta. Jelas bahwa Ibn Arabi tidak
mengidentikkan alam dengan Tuhan. Bagi Ibn Arabi, sebagaimana halnya dengan
sufi-sufi lainnya, Tuhan adalah transendental dan bukan imanen. Tuhan berada di
luar dan bukan di dalam alam. Alam hanya merupakan penampakan diri (tajalli)
dari Tuhan, dengan kata lain Kuasa Tuhan dalam padangan ini lebih terbatas
hanya sebatas luar mahluk hidup saja.
Banyak gelar atau sebutan yang diberikan untuk rnenyebut nama Tuhan
Yang Maha Esa. Banyak pula kekuatan Tuhan ataupun kemahakuasaan-Nya. Tuhan juga
memiliki banyak bentuk atau banyak wujud (bahu murti). Begitu pula dalam
kaitannya dengan keberadaan-Nya, bahwa Tuhan ada di mana mana (wyapi wyapaka).
Tuhan memiliki beragam sifat atau karakter (Saguna Brahman). Tuhan pula
sesungguhnya tidak dapat dipikirkan (acintya). Masih banyak lagi karakter Tuhan
itu sendiri.
“Maya tatam idam sarwam jagad awyaktamurtina. Matsthani sarwabhutani
na ca ham tesawawasthitah,” maksudnya adalah alam semesta ini diliputi oleh Aku
(Brahman) dengan wujud Aku secara rohani (atman), namun di sisi lain semua
makhluk ada pada-Ku. Segala manifestasi, Dewa Siva, para Aditya, para Vasu,
para Sadhya, para Visvadeva, Asvi, para Marut, para Leluhur, para Gandarva,
para Yaksa, para Asura dan seluruh Dewa-Dewi yang sempurna memuja- Ku dengan rasa
kagum dan bhakti.
Hindu memuja berhala? Dalam Bhagavad Gita 10.40 Sri Krishna berkata,
“Nanto’smi mama divyanam vibhutinam,” wujudKu yang rohani nan mulia tidak
terbatas”. Sedangkan Brahma sang Pencipta dunia fana berkata “Advaitam acyutam
anadim ananta rupam, Sri Acyuta (Krishna)” yang satu tiada duanya itu, tidak
berawal dan memiliki wujud beraneka- ragam tak terbatas” (Brahma Samhita 5.33).
Alam semesta material adalah wujud semesta Tuhan (Bhagavata Purana 1.5.20,
“Idam hibhagavan iva.” Mundaka Upanisad 2.1.10, “purusam evedam visvam”).
Bhagavata Purana 10.40.7 Para bhakta berdoa, “Yajanti tvam maya vai
bahu murtyeka murtikam,” Tuhanku, meskipun Anda mewujudkan diri dalam berbagai
macam rupa dan bentuk, tetapi Anda tetap satu tiada dua, dan kami hanya
menyembah diri-Mu saja”. Memuja Tuhan dalam wujud arca bukan berarti memuja
benda mati apalagi tindakan tersebut dipandang sesat (musrik) oleh agama lain.
Tetapi bagi seoang bhakta, Tuhan hanya dapat dipahami melalui praktek bhakti
secara mendalam dan adalah wajar mencintai Tuhan dengan sepenuh hati. Arca
Vigraha, gambar Tuhan yang dipuja di kuil/ mandir adalah juga wujud Tuhan (Padma
Purana, arcye visnau siladhir Yasya va narakisah).
Huruf OM (Pranava Omkara) yang mengawali setiap mantra Veda juga adalah
juga wujud Tuhan (Bhagavad Gita 7.8, pranavah sarva vedesu. Bhagavad Gita 9.17,
vedyam pavitram omkara). Lantas apa bedanya dengan aksara suci yang
menggambarkan Tuhan dalam agama lain seperti Allah (dikubah masjid) atau salib
(dalam setiap gereja)? (Semua agama memiliki simbol yang dimuliakan. Di Sudut
Ka’abah ada batu hitam, atau hajar aswad yang dicium-cium oleh orang Muslim
ketika naik haji. Kristen memuja salib dimana patung Kristus menggelayut tak
berdaya, red).
Sesungguhnya Tuhan tidak ada pada patung yang terbuat dari kayu, batu
atau tanah. “Bhave hividyate devas,” Tuhan ada dalam bhakti. “Tasmad bhave hi
karanam,” maka bhakti adalah penyebab Beliau ada pada patung itu”.
(Oleh : Putu Sastrawan Penulis seorang
guru SD di desa Tinggarsari, Busungbiu, Buleleng Bali)