Tampilkan postingan dengan label Tajuk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tajuk. Tampilkan semua postingan

29 September 2012

, , ,

Ketika Kapal Ruang Angkasa Mendarat di Bumi

Julius Verne kakek dari semua penulis novel khayalan ilmiah itu telah menjadi penulis yang di terima oleh umum. Fantasi-fantasinya sudah bukan lagi khayalan ilmiah. Para astronot sekarang berkeliling dunia bukan dalam tempo 80 hari melainkan dalam 86 menit. Kita sekarang akan menguraikan apa yang mungkin akan terjadi pada suatu penerbangan imajiner dengan kapal ruang angkasa; namun penerbangan khayalan ini kemungkinannya untuk diadakan akan lebih pendek waktunya dari pada waktu yang diperlukan untuk menyingkat waktu perjalanan keliling dunia gagasan Julius Verne, dari 80 hari menjadi perjalanan kilat 86 menit. Tetapi sebaliknya kita tidak menggunakan ukuran waktu yang sesingkat itu. Lebih baik kalau kita misalkan bahwa kapal ruang angkasa kita akan berangkat menuju ke suatu matahari yang belum dikenal, yang jauhnya membutuhkan waktu penerbangan 150 tahun. Kapal ruang angkasa itu ukurannya sebesar kapal Samudra zaman sekarang dan karenanya berat luncurnya akan seberat 100.000 ton dengan membawa bahan bakar seberat 99.800 ton. jadi berat perlengkapannya 200 ton. Tidak mungkin?


Kita telah mampu merakit kapal ruang angkasa sesuku demi sesuku sambil mengorbitkannya mengitari suatu planit. Namun dalam waktu kurang dari dua puluh tahun, hasil rakitan ini sudah tidak diperlukan lagi, karena ada kemungkinan bagi kita untuk menyiapkan sebuah kapal ruang angkasa raksasa yang akan diluncurkan ke bulan. Di samping itu, penelitian untuk membuat roket pendorong sedang berjalan dengan giatnya, mesin-mesin roket mendatang akan digerakkan oleh tenaga nuklir dan akan bergerak dengan kecepatan yang hampir mendekati kecepatan cahaya.

Suatu metode baru yang hebat dalam peroketan yakni “roket photon” yang akan dicoba. Kemungkinan pelaksanaannya telah dibuktikan dengan mengadakan experimen uji fisik partikel-partikel utamanya satu demi satu. Bahan bakar yang dibawa oleh roket photon akan memungkinkan kecepatan roket mendekati kecepatan cahaya sedemikian rupa, sehingga efek dari relativitas, terutama variasi waktu antara tempat peluncuran dan kapal ruang angkasa dapat bekerja sepenuhnya. Penembakan bahan bakar akan ditransformasikan menjadi radiasi elektromagnit dan di pancarkan dalam bentuk pancaran daya dorong yang berkelompok-kelompok dengan kecepatan cahaya. Secara teori kapal ruang angkasa yang diperlengkapi dengan daya dorong photon dapat mencapai kecepatan 99 persen dari kecepatan cahaya. Dengan kecepatan ini batas-batas pinggiran tata surya kita akan dapat didobrak.

Suatu khayalan yang benar-benar dapat membuat cita-cita menjadi kenyataan. Tetapi kita yang sekarang sedang ada di ambang abad baru hendaknya tidak lupa bahwa langkah-langkah kemajuan teknologi yang dialami kakek nenek kita seperti: “Kereta api, listrik, telegrap, mobil pertama, kapal udara pertama; cukup mengejutkan mereka pada waktu itu. Kita sendiri beberapa tahun atau beberapa puluh tahun yang lalu, baru untuk pertama kalinya mendengar musik lewat radio, melihat TV, berwarna, melihat peluncuran pesawat ruang angkasa, dan melihat para astronot Amerika benar-benar berjalan-jalan di permukaan bulan dan menerima berita serta foto-foto dari satelit yang sedang mengorbit mengitari bumi. Cucu dan cicit kita akan mengadakan wisata antar bintang dan mengadakan penyelidikan kosmos di Perguruan-perguruan Tinggi.

Mari kita ikuti penerbangan kapal ruang angkasa imajiner kita yang sedang menuju ke bintang yang tetap tempatnya dan jauh. Barangkali akan lucu pula kalau kita mencoba membayangkan apa yang dilakukan awak kapal itu untuk menghilangkan waktu lama dalam penerbangan. Mengapa? Karena betapa pun jauhnya jarak yang mereka tempuh dan betapa lambat pun waktu merayap bagi mereka yang tertinggal di bumi, teori relativitas dari Einstein masih tetap berlaku. Mungkin kedengarannya aneh dan tidak masuk akal tapi benar bahwa waktu itu merayap lambat sekali dalam pesawat ruang angkasa yang terbang dengan kecepatan di bawah kecepatan cahaya, bahkan lebih lambat dari pada di bumi. Sebagai contoh, waktu 108 tahun bagi orang di bumi, bagi awak kapal dalam penerbangan alam semesta hanya 10 tahun. Perbedaan waktu antara wisatawan ruang angkasa dan orang di bumi dapat dihitung dengan persamaan dasar roket yang diuraikan oleh Profesor Acheret

VW 1-1(1-t)2 w/c
WC 11+(1-t) 2 w/c 1

di mana
V = kecepatan;
W = kecepatan jet;
C = kecepatan cahaya;
t = berat bahan bakar pada waktu lepas landas.

Pada saat kapal ruang angkasa kita itu mendekati bintang tujuannya, para awak kapal akan mengamati planet-planet; membetulkan posisi mereka, melakukan analisa spektrum, mengukur gravitasi dan menghitung beberapa orbit. Dan akhirnya mereka akan menemukan planet tempat pendaratan yang keadaannya paling menyerupai keadaan di bumi. Kalau kapal ruang angkasa kita itu hanya terdiri dari alat-alat perlengkapan saja, maka setelah penerbangan sejauh katakanlah 80 tahun cahaya karena semua energi telah habis terpakai, para awaknya harus mengisi kembali tangki bahan bakarnya dengan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi. Kemudian misalnya saja planet yang dipilih sebagai tempat pendaratan itu segala-galanya sama dengan di bumi kita. Seperti telah saya katakan permisalan ini sama sekali bukanlah tidak mungkin. Kemudian kita memberanikan diri pula untuk memisalkan bahwa peradaban di planet yang dikunjungi ini perkembangannya sudah setaraf dengan keadaan bumi kita 8.000 tahun yang lalu. Keadaan ini sudah tentu ditetapkan dengan menggunakan instrumen-instrumen dalam kapal ruang angkasa sebelum mendarat. Para wisatawan ruang angkasa ini sudah tentu dalam penerbangannya pernah singgah di tempat yang dekat sekali kepada persediaan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi untuk mengisi energi instrumen-instrumen mereka dengan cepat, dan dengan tepat menunjukkan di pegunungan mana bisa didapat uranium. Pendaratan dilakukan sesuai dengan rencana. Parawisatawan angkasa itu melihat makhluk hidup sedang membuat alat-alat dari batu; dilihatnya pula mereka sedang memburu dan membunuh marga satwa dengan menggunakan tombak; biri-biri dan kambing kelihatan bergerombol sedang merumput di padang rumput; para perajin kelihatan sedang membuat alat-alat sederhana untuk keperluan rumah tangga. Wajah aneh menyambut kedatangan para astronot kita. Tetapi apa yang dipikirkan oleh makhluk primitif dari planet itu tentang benda aneh yang baru saja mendarat di sana, dan sosok-sosok tubuh yang ke luar dari benda aneh itu dianggapnya apa?

Hendaknya kita tidak lupa bahwa kita pun 8.000 tahun yang lalu pernah menjadi makhluk setengah biadab. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan kalau makhluk setengah biadab yang mengalami peristiwa ini menyembunyikan mukanya ke tanah dan tak berani memandang para astronot itu. Sampai sekarang mereka itu masih menyembah matahari dan bulan. Dan sekarang terjadilah goncangan bumi, para dewa turun dari langit; demikian pikir makhluk-makhluk primitif di planet itu. Penghuni planet itu sambil sembunyi di tempat mau mengamati para wisatawan ruang angkasa kita, yang memakai topi aneh, topi bertanduk sebatang logam, helm berantena; mereka keheran-heranan ketika malam gelap gulita menjadi terang benderang seperti siang oleh lampu-lampu sorot/pencari; mereka ngeri melihat orang asing itu di mana dapat dengan mudahnya membumbung ke atas dengan sabuk roket, mereka menyembunyikan lagi kepalanya ke dalam tanah ketika helikopter menderu, mendengus dan mendengung, membumbung tinggi ke atas; dan akhirnya mereka lari menuju tempat pengungsian dalam gua-gua ketika terdengar suara menggelegar dan menakutkan dari gunung-gunung karena ledakan percobaan. Tak ayal lagi para astronot kita itu pasti dianggap dewa yang sakti oleh manusia primitif ini!

Sehari-harian para wisatawan ruang angkasa kita ini melakukan pekerjaan mereka yang sulit rumit itu, dan setelah lewat beberapa waktu, barangkali datanglah delegasi yang terdiri dari para pendeta dan dukun-dukun mendekati para astronot itu dengan maksud mengadakan hubungan langsung dengan para dewa. Mereka membawa sesajen-sesajen untuk menghormati atau menyembah para tamu mereka. Masuk akal kiranya kalau angkasawan kita itu akan dengan cepat mempelajari bahasa penduduk setempat dengan menggunakan komputer, sehingga mereka dapat mengucapkan terimakasih atas keramahan tuan rumah. Namun walaupun diterangkan kepada manusia setengah beradab ini dalam bahasa mereka, bahwa sebenarnya tidak ada dewa yang datang mendarat, bahwa tidak ada makhluk dari yang datang berkunjung ke sana yang lebih tinggi derajatnya dan patut dikagumi; tetap tidak berhasil. Teman-teman primitip kita itu tetap tidak percaya.

Para wisatawan ruang angkasa itu datang dari bintang-bintang lain, mereka nyata sekali mempunyai kekuatan yang dahsyat dan mampu untuk memperlihatkan kekuatan-kekuatan gaib. Mereka itu pasti para dewa, demikian anggapan penduduk planet itu. Dalam usaha para angkasawan itu untuk menjelaskan segala sesuatunya tak berhasil mencapai titik temu pembicaraan untuk dapat menawarkan bantuan apa saja kepada penduduk itu. Pokok pembicaraan semacam itu sama sekali tak terpikirkan oleh penduduk yang telah dikejutkan oleh kedatangan para wisatawan ruang angkasa itu. Sekalipun tak mungkin untuk membayangkan semua hal yang bakal terjadi, tetapi sejak hari pendaratan hal berikut ini kiranya dapat memberikan gambaran tentang rencana yang telah dipikirkan sebelumnya. Sebagian dari penduduk dapat dibujuk dan dilatih untuk membantu dalam penelitian sebuah kawah yang terjadi karena ledakan untuk mendapatkan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi, sehingga dapat digunakan, sebagai bahan bakar untuk pulang ke bumi. Orang yang paling cerdas di antara penduduk mungkin dipilih menjadi “Raja”. Sebagai ciri yang dilihat tentang kemampuannya, mungkin ia diberi sebuah pesawat radio sebagai alat untuk berkomunikasi dengan para dewa itu. Para astronot kita itu mungkin mencoba mengajarkan bentuk-bentuk peradaban sederhana dan konsep-konsep moral kepada mereka, untuk memudahkan  perkembangan tatasosial. Beberapa wanita pilihan mungkin dinikahi oleh para astronot. Jadi mungkin timbul suatu ras baru yang melompati suatu fase atau tahap dalam evolusi bangsa secara alamiah.

Dari perkembangan kita sendiri dapat kita ketahui berapa lamanya waktu yang diperlukan untuk mendidik ras ini menjadi akhli ruang angkasa. Karena itu sebelum para astronot kita terbang kembali ke bumi, mungkin mereka meninggalkan suatu tanda yang dapat dilihat dengan jelas dan yang hanya dapat dipahami jauh di masa mendatang oleh masyarakat yang taraf pengetahuannya di bidang tehnik dan matematika sudah tinggi. Tiap usaha untuk mengingatkan anak didik kita itu akan bahaya yang terkandung di dalamnya sedikit sekali kemungkinannya untuk berhasil. Sekalipun kita perlihatkan kepada mereka film-film yang mengerikan tentang peperangan antara planet dan ledakan ledakan atom, usaha itu tak akan dapat mencegah makhluk-makhluk yang hidup di planet ini berbuat ketololan yang sama: seperti terus-menerus bermain dengan nyala api
peperangan yang dapat membakar itu. Sementara kapal ruang angkasa kita menghilang ke dalam kabut alam semesta, teman kita di planet itu akan berceritera tentang keajaiban yang baru terjadi; “Para dewa itu pernah ada di sini”. Mereka akan menterjemahkan keajaiban itu ke dalam bahasa mereka yang sederhana dan menjadikannya sebagai suatu hikayat yang akan diwariskan turun-temurun kepada anak cucu mereka; akan menjadi tanda kenang-kenangan, dan segala apa yang ditinggalkan para wisatawan ruang angkasa itu akan mereka jadikan sebagai benda pusaka yang keramat.

Andaikata teman kita itu pandai menulis, mungkin mereka akan membuat catatan tentang apa yang telah terjadi: “Gaib, mengerikan, menakjubkan”. Tulisan mereka akan menceritakan dan menggambarkan bahwa para dewa yang berpakaian emas pernah ada di sana dalam kapal terbang yang mendarat dengan gaduh yang dahsyat. Mereka akan menulis ceritera tentang kendaraan perang yang di kendarai para dewa di darat dan di laut, dan tentang senjata-senjata yang mengerikan menyerupai petir, dan akan menceritakan bahwa para dewa itu berjanji akan datang kembali. Apa yang telah mereka lihat itu akan mereka abadikan pada batu-batu atau karang dengan pahat dan palu; seperti raksasa tanpa bentuk, berhelm dan bertanduk sebatang logam, dan memakai kotak pada dadanya. Bola-bola yang dikendarai di udara oleh makhluk-makhluk yang tak dapat dilukiskan; batangan-batangan yang dapat menembakkan sinar bagaikan matahari; bentuk-bentuk aneh menyerupai serangga raksasa yang sebenarnya tak lain dari pada sejenis kendaraan. Fantasi dari lukisan tentang kunjungan kapal ruang angkasa kita itu tak terbatas banyaknya.

Nanti akan kita lihat bekas apa saja yang diukir atau di pahat para dewa yang telah mengunjungi bumi di zaman purbakala yang telah silam, pada batu-batu bertuliskan sejarah masa lampau. Sangatlah mudah untuk membuat sketsa tentang perkembangan berikutnya dari planet yang dikunjungi kapal ruang angkasa kita. Penduduknya telah banyak belajar dengan jalan mengintip para dewa; tempat di mana kapal ruang angkasa pernah berdiri, akan dijadikan tanah suci, suatu tempat orang berziarah; perbuatan-perbuatan heroik dari para dewa akan disanjung dalam nyanyian. Di atas tanah itu akan didirikan piramida dan kuil yang sudah tentu sesuai dengan hukum-hukum astronomis. Penduduk bertambah, peperangan menghancurkan tempat para dewa. Kemudian muncul generasi baru yang menemukan kembali dan menggali tempat-tempat suci itu, dan mencoba menginterpretasikan tanda-tanda yang ditinggalkan para astronot kita.

Inilah tingkat yang kita capai sampai sekarang. Sekarang setelah kita mendaratkan manusia di permukaan bulan, alam pikiran kita terbuka bagi wisatawan ruang angkasa. Kita mengetahui efek dari kedatangan kapal samudra yang mendadak kepada rakyat primitif misalnya di Kepulauan South Sea. Kita mengetahui efek yang merusak datang dari peradaban lain, seperti Corfes pada Amerika Selatan. Maka dengan demikian kita dapat mengerti sekalipun samar-samar tentang pengaruh yang kuat dan fantastis dari kedatangan pesawat ruang angkasa di zaman pra sejarah. Kita harus melihat sekali lagi pada deretan pertanyaan-pertanyaan itu yakni pada serentetan misteri atau kegaiban yang tak terjelaskan itu.

Dapatkah semua itu kita mengerti, seperti halnya dengan sisa-sisa peninggalan dari para wisatawan ruang angkasa dari zaman pra sejarah?

Apakah semua itu dapat membawa kita ke masa silam tetapi tetap ada kaitannya dengan rencana-rencana kita untuk masa depan?

(Erich von Däniken)
Continue reading Ketika Kapal Ruang Angkasa Mendarat di Bumi

27 Juli 2012

,

Adakah Makhluk Cerdas di Kosmos?

Apakah masuk akal kalau dikatakan bahwa kita penduduk dunia pada abad ke dua puluh ini bukanlah satu-satunya makhluk hidup jenis manusia yang ada di alam semesta ini? Oleh karena tidak ada musium yang dapat kita kunjungi, yang memamerkan manusia kerdil dari planet lain, maka jawaban atas pertanyaan itu: “Dunia kita ini adalah satu-satunya planet yang dihuni manusia” agaknya masih merupakan jawaban yang resmi dan meyakinkan. Tetapi setelah kita menyelidiki hasil penemuan dan penelitian terakhir, maka pertanyaan seperti itu akan semakin banyak jumlah dan ragamnya. “Di malam hari yang cerah dengan mata telanjang, orang akan dapat melihat kira-kira 4.500 bintang”, demikian dikatakan para astronom. Tetapi dengan menggunakan teleskop dari observatorium terkecil akan tampak hampir 2.000.000 bintang, sedangkan teleskop pantul yang modern dapat menampakkan cahaya dari ribuan juta bintang lebih kepada pengamat, yang berupa bintik-bintik cahaya dari bimasakti. Tetapi kalau dibandingkan dengan besarnya dimensi alam semesta ini, susunan bintang-bintang yang kita lihat itu hanya merupakan bagian terkecil dari susunan bintang-bintang lainnya yang luasnya tak terbandingkan lagi.

Jadi dapat dikatakan bahwa bimasakti kita itu hanya merupakan suatu kelompok kecil dari bimasakti yang terdiri dari kira-kira dua puluh galaksi atau lebih, yang tersebar dalam radius 1.500.000 tahun cahaya. (1 tahun cahaya = jarak yang ditempuh cahaya dalam waktu satu tahun yakni: 60 x 60 x 24 x 365,25 x 300000 Km). Kelompok bintang yang besar inipun akan kecil pula adanya kalau dibandingkan dengan ribuan nebula, yaitu sekelompok bintang yang nampak dengan mata telanjang seperti kabut bercahaya; yang berbentuk spiral, seperti yang dapat dilihat dengan teleskop elektronik. Saya ingin menegaskan di sini, bahwa kalau pun dikemukakan pada zaman sekarang, penelitian semacam ini barulah merupakan permulaan semata.

Menurut taksiran astronom Harlow Shapley, dalam daya jangkau fokus teleskop kita terdapat sekitar sepuluh pangkat dua puluh bintang. Kalau Shapley menghubungkan suatu susunan planet hanya dengan satu dalam seribu bintang, maka kita dapat menganggap taksiran itu sebagai suatu taksiran yang dibuat dengan sangat hati-hati. Kalau kita teruskan spekulasi kita atas dasar taksiran ini, dan mencurigai bahwa kondisi yang tidak memenuhi syarat untuk adanya kehidupan hanya pada sebuah bintang dalam tiap seribu bintang, maka perhitungan itu masih akan memberikan bilangan sepuluh pangkat empat belas.

Shapley bertanya: “Berapa banyaknya bintang dari bilangan ‘ Astronomis” ini yang mempunyai udara memenuhi syarat bagi kehidupan? Satu dalam seribu?” Toh masih luar biasa yakni sepuluh pangkat sebelas bintang mempunyai persyaratan untuk kehidupan. Bahkan kalau misalnya saja hanya pada tiap planet yang keseribu dari jumlah itu terdapat kehidupan, masih akan terdapat 100.000.000 planet di mana kita masih mengspekulasikan akan adanya kehidupan. Perhitungan ini dibuat berdasarkan pengamatan dengan penggunaan teleskop yang menggunakan tehnik mutakhir. Tetapi kita jangan lupa, bahwa teleskop-teleskop itu terus-menerus diperbaiki. Jika kita ikuti hipotesa biokimiawan Dr. Stanley Miller, maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan dan syaratsyaratnya yang diperlukan; di mana pada sebagian dari sejumlah planet itu, telah dapat berkembang lebih pesat dari pada di atas bumi kita ini. Jika kita terima asumsi yang amat berani ini, maka dapat disimpulkan bahwa peradaban pada 100.000 planet adalah jauh lebih maju dari pada di atas bumi kita ini.

Mendiang Willy Ley penulis ilmiah yang terkenal itu, dan teman dari Wernher Von Braun mengatakan kepada saya di New York: “Banyaknya bintang di bima sakti kita saja di taksir ada 30 milyar buah. Assumsi bahwa bima saksi kita berisi 16 milyar susunan planet masih dianggap dapat diterima oleh para astronom masa kini. Kalau kita sekarang mencoba mengurangi jumlah itu sebanyak mungkin dan memisalkan jarak antara susunan-susunan planet itu diatur sedemikian rupa sehingga di antara seratus, hanya satu planet yang mengorbit di sekitar mataharinya masing-masing, maka masih akan terdapat 180 juta planet yang mampu mendukung kehidupan. Kalau kita misalkan lagi bahwa hanya satu planet di antara seratus yang memungkinkan adanya kehidupan itu benar-benar ada kehidupan di sana, maka masih akan terdapat 1,8 juta planet di mana terdapat kehidupan. Selanjutnya kita misalkan bahwa dari tiap seratus planet di mana terdapat kehidupan itu hanya pada satu planet saja terdapat makhluk hidup yang tingkat kecerdasannya sama dengan “homo sapiens”, maka bima sakti kita masih mempunyai sejumlah 18.000 planet yang dihuni makhluk hidup seperti kita.

Oleh karena menurut perhitungan terakhir, dalam bima saksi kita terdapat 100 ribu juta bintang yang tetap tempatnya, maka angka yang di sebut Dr. Ley dengan hati-hati itu jauh di bawah kenyataan sekarang. Tanpa menyebut bilangan-bilangan fantastis atau memperhitungkan galaksi-galaksi yang belum dikenal, kita masih dapat menduga bahwa ada 18.000 planet yang terhitung dekat pada bumi kita di mana terdapat keadaan yang memenuhi persyaratan kehidupan seperti pada planet yang kita huni ini. Namun demikian kita masih dapat berspekulasi lebih lanjut, bila hanya satu persen saja dari 18.000 planet itu yang benar-benar dihuni oleh makhluk hidup, maka masih akan terdapat 180 buah planet yang bermakhluk hidup.

Tiada keraguan tentang adanya planet-planet yang serupa dengan bumi kita dan mempunyai campuran gas-gas atmosfir, gravitasi, tetumbuhan bahkan mungkin margasatwa yang semuanya serupa dengan yang ada di bumi kita ini. Tetapi apakah perlu bagi planet-planet yang memungkinkan adanya kehidupan itu mempunyai persyaratan hidup yang segala-galanya sama seperti yang ada di bumi ini? Anggapan bahwa kehidupan hanya dapat tumbuh subur dalam keadaan seperti di bumi ini sekarang dengan adanya penelitian telah ketinggalan zaman. Salah sekali jika orang menduga bahwa ke hidupan tak mungkin tanpa air dan oksigen, sebab di bumi kita pun terdapat bentuk kehidupan yang tidak memerlukan oksigen, yakni yang di sebut bakteri-bakteri anaerobik. Oksigen dalam jumlah tertentu dapat meracuni bakteri-bakteri semacam ini. Mengapa tidak mungkin ada kehidupan yang lebih tinggi tingkatnya, yang tidak memerlukan oksigen? Dengan adanya dorongan dari ilmu pengetahuan baru yang dicapai tiap hari, kita harus berusaha supaya alam pikiran kita tetap uptodate. Penyelidikan-penyelidikan yang paling mutakhir menunjukkan bahwa bumi kita ini adalah yang paing ideal, karena tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, airnya berlimpah-limpah; persediaan oksigennya tak terbatas, alamnya senantiasa di remajakan kembali oleh proses-proses organis. Assumsi bahwa kehidupan hanya dapat ada dan berkembang di atas planet seperti bumi ini, sudah tak dapat dipertahankan lagi.

Menurut tafsiran, di bumi kita ini terdapat 2.000.000 jenis makhluk hidup. Dari jumlah ini, ditaksir (lagi-lagi ditaksir) hanya 1.200.000 yang telah dikenal secara ilmiah. Dari jumlah yang telah dikenal ini terdapat beberapa ribu yang menurut alam pikiran sekarang, seharusnya tidak mampu untuk hidup. Dasar pemikiran tentang kehidupan perlu dipertimbangkan kembali dan diuji lagi kebenarannya. Sebagai contoh misalnya orang menduga bahwa air yang diradioaktif akan bebas hama. Tetapi kenyataan membuktikan bahwa ada beberapa jenis kuman yang dapat menyesuaikan diri pada air maut yang ada di sekeliling reactor nuklir. Eksperimen yang dibuat oleh Dr. Sandford Siegel kedengarannya mengerikan. Di dalam laboratoriumnya dia menciptakan keadaan atmosfir tiruan dari atmosfir sekitar planet Jupiter, dan membiarkan bakteri dan tungau di dalamnya di mana sama sekali terasing dari segala syarat “kehidupan” yang sampai sekarang masih menjadi pegangan. Amoniak, methan dan hidrogen tak dapat mematikan bakteri dan tungau ini.

Eksperimen-eksperimen yang dibuat oleh Dr. Howard Hinton dan Dr. Blum dari Bristol University sama-sama memberikan hasil yang mengejutkan. Kedua sarjana ini telah mengeringkan sejenis unggas beberapa jam lamanya dalam suhu 100 C, yang segera setelah itu dicelupkan ke dalam helium cair, yang sebagaimana kita ketahui dingin sekali sedingin ruang angkasa. Setelah diradiasi dengan kuat sekali, kemudian dikembalikan lagi kepada keadaan kehidupan yang normal; serangga itu ternyata dapat meneruskan fungsi biologis vitalnya dan sehat. Kita juga pernah mendengar tentang adanya bakteri-bakteri yang hidup di dalam gunung berapi, bakteri yang memakan batu-batuan, dan bakteri yang menghasilkan besi. Maka bertambah pulalah pertanyaan yang menunggu jawaban.

Eksperimen masih terus diadakan di pusat-pusat penelitian. Bukti-bukti baru yang menunjukkan bahwa kehidupan itu sama sekali tidak terikat ketat kepada persyaratan kehidupan yang ada di planet kita ini terus-menerus bertambah. Berabad-abad sudah dunia kita ini berputar di sekitar hukum dan kondisi yang mengatur kehidupan di permukaan bumi. Keyakinan ini mengubah dan mengaburkan cara kita melihat keadaan. Keyakinan ini menghalangi penglihatan para penyelidik ilmiah yang tanpa ragu-ragu telah menerima cara dan standar cara berpikir dalam memandang alam semesta ini.

Teilhard de Chardin akhli pikir yang membuka zaman baru itu berpendapat bahwa hanya yang fantastis saja yang dapat menjadi kenyataan di dalam kosmos. Kalau jalan pikiran kita berjalan lain dari pada yang biasa, ini berarti bahwa intelegensi di planet lain menggunakan kondisi kehidupan mereka sebagai patokan, dan sebagai norma. Kalau mereka hidup pada suhu 150-200 C, mereka akan mengira bahwa suhu di bawah 0 yang bagi kita dapat merusak kehidupan itu di planet lain malah disyaratkan untuk dapat hidup. Dan ini justru akan cocok dengan logika yang kita gunakan untuk membuat kegelapan masa lampau kita menjadi terang. Logika itu semata-mata berkat rasa harga diri kita dan berkat sifat kita yang serba rasionil dan serba obyektif. Pada suatu waktu setiap teori yang mengandung keberanian kadang-kadang dianggap khayalan ataupun suatu utopi. Betapa banyak khayalan yang sekarang sudah menjadi kenyataan sehari-hari. Memang contoh-contoh yang dikemukakan di sini dimaksudkan untuk menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang masuk akal. Namun demikian, sekali kemungkinan yang sebelumnya tak masuk akal itunterbukti nyata, dan memang akan menjadi kenyataan, maka segala rintangan akan roboh; dan kita akan sampai kepada suatu keadaan di mana tabir ketidak mungkinan itu oleh kosmos akan menjadi kenyataan, maka segala rintangan akan roboh; dan kita akan sampai kepada suatu keadaan di mana tabir ketidakmungkinan itu oleh kosmos akan dibuka lebar-lebar. Generasi mendatang akan menemukan segala jenis kehidupan yang sebelumnya tak pernah terimpikan dalam alam semesta ini. Sekalipun kita tidak akan mengalami semua itu, mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka bukanlah satu-satunya intelegensi dan sudah tentu bukan intelegensi tertua dalam kosmos.

Alam semesta ini ditaksir telah berusia dua belas ribu juta tahun. Di bawah mikroskop, batu-batu meteor membuktikan adanya bekas zat organik di dalamnya. Bakteri yang telah berusia jutaan tahun bangun dan menunjukkan kehidupan baru. Spora-spora yang melayang-layang di ruang angkasa melintasi alam semesta dan kadang-kadang tertangkap oleh lapangan gravitasi dari sesuatu planet. Kehidupan baru telah berjalan dan berkembang dalam siklus abadi dari penciptaan selama berjuta-juta tahun. Sekian banyak penelitian yang berhati-hati atas jenis batu-batuan dari segenap penjuru dunia, membuktikan bahwa kerak bumi ini telah terbentuk empat ribu juta tahun yang lalu. Dan dari segala apa yang diungkapkan oleh ilmu pengetahuan itu di antaranya diketahui bahwa sesuatu makhluk hidup yang menyerupai manusia telah ada sejak 1.000.000 tahun yang lalu. Dari masa satu juta tahun itu hanya 7.000 tahun saja yang dikenal sebagai sejarah hidup manusia. Itupun dicapai dengan banyak mengorbankan tenaga, petualangan dan sebagian besar karena kepenasaran. Tetapi apa artinya 7.000 tahun sejarah hidup menusia jika dibandingkan dengan ribuan juta tahun sejarah alam semesta? Kita telah membutuhkan waktu 400.000 tahun untuk mencapai kemajuan keadaan sekarang ini.

Adakah orang yang dapat membuktikan secara kongkrit mengapa planet lain tidak dapat memberikan keadaan yang lebih menguntungkan bagi perkembangan intelegensi yang lain dari pada yang ada di muka bumi kita. Adakah alasan bahwa kita tidak mungkin mempunyai saingan di planet lain yang dapat menyamai atau melebihi kita? Berhakkah kita untuk meniadakan kemungkinan ini? Yakni kemungkinan adanya saingan? Padahal sampai sekarang kita telah berbuat atau beranggapan demikian. Sampai sekarang kita telah beranggapan bahwa diplanet lain tidak ada “saingan” kita. Beberapa kali sudah sokoguru kearifan kita ambruk remuk menjadi debu?


Beratus-ratus generasi menduga bahwa dunia ini dulunya pipih. Hukum yang menetapkan bahwa matahari beredar mengitari bumi, tetap tak boleh dibantah selama ribuan tahun yang lalu. Kita masih tetap yakin bahwa dunia kita ini adalah pusat dari segala-galanya, walaupun telah dibuktikan bahwa dunia ini hanyalah suatu bintang biasa semata yang besarnya tak berarti dan yang letaknya sejauh 30.000 tahun cahaya dari titik pusat bima sakti.

Telah tiba waktunya bagi kita untuk mengetahui kesepelean kita dengan jalan membuat penemuan-penemuan dalam kosmos yang belum terselidiki dan tak terbatas luasnya. Hanya dengan cara itulah nanti kita akan sadar bahwa kita ini bukan apa-apa melainkan hanya merupakan semut-semut dalam alam semesta yang amat luas ini. Namun demikian masa depan dan kesempatan-kesempatan kita terletak di dalam alam semesta itu di mana para dewa telah menjanjikannya. Jauh sebelum kita sempat melihat masa depan kita, kita harus sudah cukup kuat dan cukup berani untuk menyelidiki masa lalu kita dengan jujur dan adil.

Erich von Däniken
Continue reading Adakah Makhluk Cerdas di Kosmos?

19 Juli 2012

,

Setetes Air Untuk Ramadhan

Kita memiliki gedung-gedung yang semakin tinggi, tetapi semakin rendah ketahanan kita akan amarah. Kita banyak membangun jalan-jalan besar, tetapi wawasan kita semakin sempit. Kita manghabiskan banyak uang, tetapi semakin sedikit apa yang kita punya. Banyak membeli, tetapi semakin sedikit yang bisa dinikmati.

Rumah-rumah kita bertambah besar, tetapi keluarga kita semakin kecil. Rumah yang makin nyaman, tapi makin sedikit waktu menikmatinya. Rumah-rumah yang semakin elok, tetapi keluarga yang berantakan. Relasi semakin banyak, tetangga semakin sedikit. Inilah masa pendapatan yang berganda, tetapi penceraian yang bertambah.

Kita memiliki banyak gelar, tetapi semakin sempit akal. Semakin banyak pengetahuan, tapi makin sempit penilaian pada yang baik dan salah. Semakin banyak ahli, semakin banyak pula masalah. Semakin banyak ditemukan obat, tetapi semakin berkurang kesehatan.

Kita terlalu banyak merokok, minum, ceroboh, terlalu sering tertawa, semakin kerap marah, susah tidur, terlalu sedikit membaca, malas merenung, dan sangat jarang berdo’a.

Kita telah melipatgandakan keinginan, tetapi mengurangi nilai-nilai diri kita. Teralalu banyak berbicara dan kurang mau mendengar. Terlalu sedikit mencinta dan terlalu sering membenci.

Kita telah belajar bagaimana mencari nafkah, tapi tidak mencari makna hidup. Kita mampu menambah tahun-tahun dalam kehidupan kita, tetapi gagal membawa kehidupan dalam tahun-tahun hidup kita.

Kita melakukan hal-hal yang besar, tetapi gagal melakukan hal-hal yang baik. Kita membersihkan udara, tetapi jiwa kita penuh polusi. Kita telah menaklukkan atom, tetapi tidak mampu mengalahkan prasangka buruk dan dengki. Terlalu banyak menilai, tapi kurang insropeksi.

Kita banyak menulis, tetapi sedikit mendengar. Kita banyak berencana tetapi kita sedikit menggapai. Kita belajar untuk mengejar, tetapi tidak belajar menunggu.

Inilah zamannya makanan cepat saji dan pencernaan yang lambat. Manusia-manusia lebih besar fisiknya, tapi kerdil karakternya. Inilah kalanya perjalanan yang singkat, pakaian sekali pakai, moralitas terbuang, kelebihan berat badan, dan pil-pil yang dapat melakukan segalanya: membuat gembira, menenangkan, mempercantik sekaligus membunuh!!!

Inilah waktunya ketika banyak hal yang dipamerkan dan semakin sedikit yang disimpan. Ingatlah, sesungguhnya hidup tidak diukur dengan berapa banyak hembusan nafas yang kita ambil. Tapi diukur dengan saat-saat terakhir hembusan nafas kita.

Semoga dengan berpuasa, kehidupan anak adam kembali harmoni, setiap pribadi tidak lagi menjadi diri yang terbelah dan tercabik-cabik tajamnya dunia.

Wallahu A’lam..........

(suara bawah tanah)
Continue reading Setetes Air Untuk Ramadhan