Tampilkan postingan dengan label The Lost World. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label The Lost World. Tampilkan semua postingan

01 Oktober 2012

,

Misteri Garis Nazca di Peru

Garis-garis Nazca merupakan rangkaian geoglif yang terletak di Gurun Sechura, khususnya di Gurun Nazca, daerah yang panjangnya lebih dari 80 km antara kota Nazca dan Palpa di Peru. Geoglif ini diperkirakan dibuat oleh kebudayaan Nazca antara 200 SM dan 700 M. Terdapat ratusan gambar, dari yang sederhana sampai yang rumit, seperti gambar burung, laba-laba, monyet, ikan, ikan hiu, llama, dan kadal. salah satu tempat didunia yang sampai saat ini masih banyak diliputi misteri. Banyak pertanyaan-pertanyaan muncul mengenai asal usulnya.



Garis-garis Nazca sendiri baru mulai marak diperbincangkan pada era tahun 1920-an, bermula dari cerita penumpang pesawat terbang yang melintas daerah Nazca, mengaku seperti melihat garis-garis samar membentuk berbagai macam bentuk makhluk hidup dengan dimensi yang besar. Tahun 1920-an merupakan era baru dalam penerbangan komersial di wilayah Amerika.

Sejak kabar penemuan itu, para arkeolog dari seluruh belahan dunia berbondong-bondong datang ke daerah Nazca untuk melihat dan meneliti lebih lanjut mengenai garis-garis Nazca.


Pembuatan
Tidak diketahui dengan pasti siapa yang membuat garis-garis Nazca. Teori utama adalah bahwa peradaban Nazca yang membuatnya, dengan menggunakan peralatan dan teknologi sederhana. Teori ini didukung dengan ditemukannya keramik dan pasak kayu di beberapa ujung garis. Selain itu, beberapa peneliti, seperti Joe Nickell dari Universitas Kentucky, telah membuat ulang garis-garis ini dengan teknologi yang kira-kira tersedia pada masa peradaban Nazca, tanpa bantuan udara.

Continue reading Misteri Garis Nazca di Peru

30 September 2012

,

Nyatakah Atlantis?

Atalantis, atau Atlantika (dalam Kebudayaan Yunani disebut juga pulau Atlas) adalah pulau legendaris yang pertama kali disebut oleh Plato dalam buku Timaeus dan Critias. Dalam catatannya, Plato menulis bahwa Atlantis terhampar "di seberang pilar-pilar Herkules", dan memiliki angkatan laut yang menaklukkan Eropa Barat dan Afrika 9.000 tahun sebelum waktu Solon, atau sekitar tahun 9500 SM. Setelah gagal menyerang Yunani, Atlantis tenggelam ke dalam samudra "hanya dalam waktu satu hari satu malam".

Atlantis umumnya dianggap sebagai mitos yang dibuat oleh Plato untuk mengilustrasikan teori politik. Meskipun fungsi cerita Atlantis terlihat jelas oleh kebanyakan ahli, mereka memperdebatkan apakah dan seberapa banyak catatan Plato diilhami oleh tradisi yang lebih tua. Beberapa ahli mengatakan bahwa Plato menggambarkan kejadian yang telah berlalu, seperti letusan Thera atau perang Troya, sementara lainnya menyatakan bahwa ia terinspirasi dari peristiwa kontemporer seperti hancurnya Helike tahun 373 SM atau gagalnya invasi Athena ke Sisilia tahun 415-413 SM.



Masyarakat sering membicarakan keberadaan Atlantis selama Era Klasik, namun umumnya tidak mempercayainya dan terkadang menjadikannya bahan lelucon. Kisah Atlantis kurang diketahui pada Abad Pertengahan, namun, pada era modern, cerita mengenai Atlantis ditemukan kembali.

Sejarah Asal Usul Atlantis
Legenda yang berkisah tentang "Atlantis", pertama kali ditemui dalam karangan filsafat Yunani kuno: Dua buah catatan dialog Plato (427-347 SM) yakni: buku Critias dan Timaeus.

Pada buku Timaeus, Plato berkisah: Di hadapan "Selat Mainstay Haigelisi, ada sebuah pulau yang sangat besar, dari sana kalian dapat pergi ke pulau lainnya, di depan pulau-pulau itu adalah seluruhnya daratan yang dikelilingi laut samudera, itu adalah kerajaan Atlantis. Ketika itu Atlantis baru akan melancarkan perang besar dengan Athena, namun di luar dugaan Atlantis tiba-tiba mengalami gempa bumi dan banjir, tidak sampai sehari semalam, tenggelam sama sekali di dasar laut, negara besar yang melampaui peradaban tinggi, lenyap dalam semalam.

Dalam legenda, yang mendirikan kerajaan Atlantis adalah dewa laut Poseidon. Di atas sebuah pulau, ada seorang gadis muda yang kedua orang tuanya meninggal, Poseidon memperistri gadis muda itu dan melahirkan lima anak kembar, kemudian Poseidon membagi keseluruhan pulau menjadi 10 wilayah, masing-masing diserahkan pada 10 anak untuk menguasai, dan anak sulung ditunjuk sebagai penguasa tertinggi. Karena anak sulung lelaki ini bernama Atlan, oleh karenanya menyebut nama negeri tersebut sebagai kerajaan "Atlantis".

Satu bagian dalam dialog buku Critias, tercatat kisah Atlantis yang dikisahkan oleh adik sepupu Critias. Critias adalah murid dari ahli filsafat Socrates, tiga kali ia menekankan keberadaan Atlantis dalam dialog. Kisahnya berasal dari cerita lisan Joepe yaitu moyang lelaki Critias, sedangkan Joepe juga mendengarnya dari seorang penyair Yunani bernama Solon ( 639-559 SM). Solon adalah yang paling bijaksana di antara 7 mahabijak Yunani kuno, suatu kali ketika Solon berkeliling Mesir, dari tempat pemujaan makam leluhur mengetahui legenda Atlantis. Catatan dalam dialog, secara garis besar seperti berikut ini:

"Ada sebuah daratan raksasa di atas Samudera Atlantik arah barat Laut Tengah yang sangat jauh, yang bangga dengan peradabannya yang menakjubkan. Ia menghasilkan emas dan perak yang tak terhitung banyaknya: istana dikelilingi oleh tembok emas dan dipagari oleh dinding perak. Dinding tembok dalam istana bertakhtakan emas, cemerlang dan megah. Di sana, tingkat perkembangan peradabannya memukau orang. Memiliki pelabuhan dan kapal dengan perlengkapan yang sempurna, juga ada benda yang bisa membawa orang terbang. Kekuasaannya tidak hanya terbatas di Eropa, bahkan jauh sampai daratan Afrika. Setelah dilanda gempa dahsyat, tenggelamlah ia ke dasar laut beserta peradabannya, juga hilang dalam ingatan orang-orang."

Penyelidikan Arkeolog
Menurut perhitungan versi Plato waktu tenggelamnya kerajaan Atlantis, kurang lebih 11.150 tahun yang silam. Plato pernah beberapa kali mengatakan, keadaan kerajaan Atlantis diceritakan turun-temurun. Sama sekali bukan rekaannya sendiri. Plato bahkan pergi ke Mesir minta petunjuk biksu dan rahib terkenal setempat waktu itu. Guru Plato yaitu Socrates ketika membicarakan tentang kerajaan Atlantis juga menekankan, karena hal itu adalah nyata, nilainya jauh lebih kuat dibanding kisah yang direkayasa.

Jika semua yang diutarakan Plato memang benar-benar nyata, maka sejak 12.000 tahun silam, manusia sudah menciptakan peradaban. Namun di manakah kerajaan Atlantis itu? Sejak ribuan tahun silam orang-orang menaruh minat yang sangat besar terhadap hal ini. Hingga abad ke-20 sejak tahun 1960-an, laut Bermuda yang terletak di bagian barat Samudera Atlantik, di kepulauan Bahama, dan laut di sekitar kepulauan Florida pernah berturut-turut diketemukan keajaiban yang menggemparkan dunia.

Suatu hari di tahun 1968, kepulauan Bimini di sekitar Samudera Atlantik di gugusan Pulau Bahama, laut tenang dan bening bagaikan kaca yang terang, tembus pandang hingga ke dasar laut. Beberapa penyelam dalam perjalanan kembali ke kepulauan Bimini, tiba-tiba ada yang menjerit kaget. Di dasar laut ada sebuah jalan besar! Beberapa penyelam secara bersamaan terjun ke bawah, ternyata memang ada sebuah jalan besar membentang tersusun dari batu raksasa. Itu adalah sebuah jalan besar yang dibangun dengan menggunakan batu persegi panjang dan poligon, besar kecilnya batu dan ketebalan tidak sama, namun penyusunannya sangat rapi, konturnya cemerlang. Apakah ini merupakan jalan posnya kerajaan Atlantis?

Awal tahun '70-an, sekelompok peneliti telah tiba di sekitar kepulauan Yasuel, Samudera Atlantik. Mereka telah mengambil inti karang dengan mengebor pada kedalaman 800 meter di dasar laut, atas ungkapan ilmiah, tempat itu memang benar-benar sebuah daratan pada 12.000 tahun silam. Kesimpulan yang ditarik atas dasar teknologi ilmu pengetahuan, begitu mirip seperti yang dilukiskan Plato! Namun, apakah di sini tempat tenggelamnya kerajaan Atlantis?

Tahun 1974, sebuah kapal peninjau laut Uni Soviet telah membuat 8 lembar foto yang jika disarikan membentuk sebuah bangunan kuno mahakarya manusia! Apakah ini dibangun oleh orang Atlantis?

Tahun 1979, ilmuwan Amerika dan Perancis dengan peranti instrumen yang sangat canggih menemukan piramida di dasar laut "segitiga maut" laut Bermuda. Panjang piramida kurang lebih 300 meter, tinggi kurang lebih 200 meter, puncak piramida dengan permukaan samudera hanya berjarak 100 meter, lebih besar dibanding piramida Mesir. Bagian bawah piramida terdapat dua lubang raksasa, air laut dengan kecepatan yang menakjubkan mengalir di dasar lubang.

Piramida besar ini, apakah dibangun oleh orang-orang Atlantis? Pasukan kerajaan Atlan pernah menaklukkan Mesir, apakah orang Atlantis membawa peradaban piramida ke Mesir? Benua Amerika juga terdapat piramida, apakah berasal dari Mesir atau berasal dari kerajaan Atlantis?

Tahun 1985, dua kelasi Norwegia menemukan sebuah kota kuno di bawah areal laut "segitiga maut". Pada foto yang dibuat oleh mereka berdua, ada dataran, jalan besar vertikal dan horizontal serta lorong, rumah beratap kubah, gelanggang aduan (binatang), kuil, bantaran sungai dll. Mereka berdua mengatakan: "Mutlak percaya, yang kami temukan adalah Benua Atlantik! Sama persis seperti yang dilukiskan Plato!" Benarkah itu?

Yang disayangkan, piramida dasar laut segitiga Bermuda, berhasil diselidiki dari atas permukaan laut dengan menggunakan instrumen canggih, hingga kini belum ada seorang pun ilmuwan dapat memastikan apakah sebuah bangunan yang benar-benar dibangun oleh tenaga manusia, sebab mungkin saja sebuah puncak gunung bawah air yang berbentuk limas.

Foto peninggalan bangunan kuno di dasar laut yang diambil tim ekspedisi Rusia, juga tidak dapat membuktikan di sana adalah bekas tempat kerajaan Atlantis. Setelah itu ada tim ekspedisi menyelam ke dasar samudera jalan batu di dasar lautan Atlantik Pulau Bimini, mengambil sampel "jalan batu" dan dilakukan penelitian laboratorium serta dianalisa. Hasilnya menunjukkan, bahwa jalan batu ini umurnya belum mencapai 10.000 tahun. Jika jalan ini dibuat oleh bangsa kerajaan Atlantis, setidak-tidaknya tidak kurang dari 10.000 tahun. Mengenai foto yang ditunjukkan kedua kelasi Norwegia itu, hingga kini pun tidak dapat membuktikan apa-apa.

Beberapa Perkiraan Lokasi
Tahun 1882 seorang peneliti yang bernama Ignatius L. Donnelly menerbitkan karya yang berjudul Atlantis: The Antediluvian World. Dalam karyanya ini Donelly mengulas tentang keberadaan Atlantis berdasarkan teori Plato. Selain itu ia menegaskan adanya hubungan antara Atlantis dan Aztlan (tempat tinggal nenek moyang suku Aztek). Ia mengklaim bahwa suku Aztek menunjuk ke timur Karibia sebagai bekas lokasi Aztlan.

Mediterania
Setelah era Donelly muncul lebih banyak lagi teori-teori tentang kemungkinan lokasi Atlantis yang justru tidak menunjuk langsung ke lokasi Atlantis yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena para pengusung teori-teori tersebut membandingkan karakteristik- karakteristik suatu lokasi yang dianggap mempunyai kesamaan dengan karakteristik Atlantis (seperti: keadaan air, bencana besar yang menyebabkan kehancuran dan periode waktu/masa yang relevan). Namun sayang, tidak ada satu pun yang berhasil dibuktikan sebagai lokasi Atlantis yang sesungguhnya.

Lokasi-lokasi yang disebut-sebut memiliki kesamaan karakteristik dengan Atlantis di antaranya adalah sebuah lokasi di dekat Laut Mediterania yang terdiri dari pulau-pulau Sardinia, Creta and Santorini, Siprus, Malta, dan Ponza; sejumlah kota seperti Troy, Tartessos, dan Tantalus (propinsi Manisa, Turki); Kepulauan Canary; Daratan Sinai atau Kanaan di Israel; dan wilayah Pharos di Mesir. Letusan Thera besar pada abad ke-17 atau ke-16 SM yang menyebabkan tsunami besar diduga para ahli menghancurkan peradaban Minoa di sekitar pulau Kreta yang semakin meningkatkan kepercayaan bahwa bencana ini mungkin merupakan bencana yang menghancurkan Atlantis.

Di luar Kawasan Mediterania
Sementara lokasi-lokasi lain di luar Mediterania yang diperkirakan sebagai Atlantis bervariasi mulai dari daratan Andalusia, Antartika, di bawah Segitiga Bermuda, Laut Karibia, Laut Hitam, Laut Azov, Swedia, dan Irlandia.

Beberapa wilayah di Samudra Pasifik dan Hindia juga telah diusulkan, termasuk Indonesia, Malaysia atau keduanya (Sundaland), selain itu ada kisah tentang benua "Kumari Kandam" yang hilang di India yang dihubung-hubungkan dengan Atlantis. Kuba dan Bahama termasuk pula yang pernah disebut-sebut sebagai Atlantis. Bahkan ada yang memercayai wilayah Atlantis terbentang dari Spanyol hingga ke kawasan Amerika Tengah. Teori yang lain menyebut Filipina karena di negara ini terdapat sisa-sisa gunung berapi yang mirip dengan gunung berapinya Atlantis.

Atlantis dan Nazi
Konsep Atlantis sempat menarik perhatian para teoris Nazi. Pada tahun 1938, Komandan pasukan SS Nazi, Heinrich Himmler, mengorganisir pencarian di Tibet untuk menemukan sisa bangsa Atlantis putih. Menurut Julius Evola (Revolt Against the Modern World, 1934), bangsa Atlantis adalah manusia super (Ãœbermensch) Hyperborea—Nordik yang berasal dari Kutub Utara. Alfred Rosenberg (The Myth of the Twentieth Century, 1930) juga mengemukakan teori tentang kepala ras "Nordik-Atlantis" atau "Arya-Nordik".

Atlantis itu Indonesia?
Yang lebih menghebohkan lagi adalah penelitian yang dilakukan oleh Aryso Santos, seorang ilmuwan asal Brazil. Santos menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang ini disebut Indonesia. Dalam penelitiannya selama 30 tahun yang ditulis dalam sebuah buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization, dia menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.

Santos menetapkan bahwa pada masa lalu Atlantis itu merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Sedangkan menurut Plato Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene). Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.

Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu.

Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.

Sayangnya, teori mengenai Atlantis adalah Indonesia banyak disanggah dan dibantah oleh para ahli dan karenanya teori ini masih dianggap lemah dan butuh penelitian lebih lanjut.

Atlantis dalam seni, sastra dan budaya
Legenda Atlantis telah banyak dimunculkan dalam buku, film, serial televisi, permainan video, lagu dan karya lainnya. Contoh Atlantis dalam film adalah serial televisi Stargate Atlantis dan film animasi Disney Atlantis: The Lost Empire. Permainan video pertama Tomb Raider menampilkan Atlantis sebagai basis cerita dan lokasi untuk akhir cerita.

Ada atau Tiada?
Di masa depan, tidak tertutup kemungkinan akan muncul lagi teori-teori Atlantis yang baru dan dengan demikian tentu saja lokasi-lokasi yang disarankan akan lebih bervariasi. Dalam dunia ilmu pengetahuan sebuah teori baru pasti akan disanggah oleh teori lainnya. Nah, melihat semakin rumitnya perdebatan tentang Atlantis ini mungkin akan muncul sebuah pertanyaan: Atlantis itu (sebenarnya) Ada atau Tiada? Menurut anda, bagaimana?
Continue reading Nyatakah Atlantis?
,

Pumapunku (Puma-Punka) Sebuah Misteri Peradaban Modern

Puma Punku, benar-benar mengejutkan imajinasi kita. Ini merupakan sisa-sisa dermaga besar di Danau Titicaca lama yang tersusun di atas pantai Tiahuanaco dan sebagian besar saat ini terdapat empat bangunan yang sayangnya telah ambruk. Salah satu konstruksi dari dermaga itu dibuat dari suatu benda yang diperkirakan berbobot 440 ton (setara dengan hampir 600 ukuran mobil berukuran penuh) dan beberapa konstruksi lainnya antara 100 dan 150 ton.

Tiahuanacao sendiri (juga dikenal sebagai Tiwanaku) adalah sebuah misteri, dikarenakan umurnya yang diklaim sudah sekitar 17000 tahun keagungan struktur megalithicnya, lokasinya, dan alasan kota ini dibuat di tempat yang terisolir. Tihuanaco juga diyakini merupakan pusat acara keagamaan, dan pusat perkembangan kebudayaan di daerah itu. Di sini dulu juga pernah berdiri tegak sebuah piramida batu, yang disebut Akapana. Ketika pertama kali ditemukan, piramida ini tertimbun pasir.Setelah diekskavasi dalam beberapa dekade akhirnya dinding dari piramida tersebut sudah mulai terlihat.



Pumapunku, adalah sebuah kompleks yang kemungkinan besar dulu digunakan untuk acara keagamaan. Bangunan-bangunan di sini dipoting dengan sangat halus, dengan berat masing-masing bongkahan rata – rata lebih dari 100 ton. Puma punku terletak di selatan Akapana. Dan dari posisi ini, kita bisa melihat gunung “suci”, sebuah gunung yang dikaitkan dengan ritual keagamaan warga setempat, jauh di timur sana.

Tambang darimana batu ini berasal terletak di titicaca, 10 mil ke barat dari tihuanaco. Dengan teknologi termutakhir abad inipun, mengangkat batu seberat ini sejauh 10 mil, kemudian dipotong-potong lalu digunakan untuk membangun bangunan-bangunan 4 lantai adalah sebuah kemustahilan.

Dan itu bukan satu – satunya masalah. Puma punku sekarang memang bukan suatu objek yang indah. Entah, bencana maha besar apa yang menhancur leburkannya. Namun sisa – sisa kejayaannya masih terlihat jelas

Pernah main lego? Gantilah balok-balok lego dengan batu-batu berukuran 150-450 ton, dan itulah puma punku. Ya, anda tidak salah membaca. Bangunan di puma punklu dibangun dengan cara mencookkan batu-batu itu sebagaimana lego. Tanpa semen dan tanpa perekat apapun

Belum lagi fakta yang mengatakan bahwa jenis batu yang digunakan di sini adalah batu granite dan diorite Dua batu ini adalah batu yang teramat keras. Hanya satu batu yang lebih keras, sehingga bisa membelah batu ini. Batu itu adalah, berlian! Sehingga, jika memang benar batu – batu ini dipotong dengan cara konvensional, pembangunnya pasti menggunakan alat-alat dari berlian. Atau mungkin mereka menggunakan teknologi yang belum pernah kita lihat.

Continue reading Pumapunku (Puma-Punka) Sebuah Misteri Peradaban Modern

29 September 2012

, , ,

Ketika Kapal Ruang Angkasa Mendarat di Bumi

Julius Verne kakek dari semua penulis novel khayalan ilmiah itu telah menjadi penulis yang di terima oleh umum. Fantasi-fantasinya sudah bukan lagi khayalan ilmiah. Para astronot sekarang berkeliling dunia bukan dalam tempo 80 hari melainkan dalam 86 menit. Kita sekarang akan menguraikan apa yang mungkin akan terjadi pada suatu penerbangan imajiner dengan kapal ruang angkasa; namun penerbangan khayalan ini kemungkinannya untuk diadakan akan lebih pendek waktunya dari pada waktu yang diperlukan untuk menyingkat waktu perjalanan keliling dunia gagasan Julius Verne, dari 80 hari menjadi perjalanan kilat 86 menit. Tetapi sebaliknya kita tidak menggunakan ukuran waktu yang sesingkat itu. Lebih baik kalau kita misalkan bahwa kapal ruang angkasa kita akan berangkat menuju ke suatu matahari yang belum dikenal, yang jauhnya membutuhkan waktu penerbangan 150 tahun. Kapal ruang angkasa itu ukurannya sebesar kapal Samudra zaman sekarang dan karenanya berat luncurnya akan seberat 100.000 ton dengan membawa bahan bakar seberat 99.800 ton. jadi berat perlengkapannya 200 ton. Tidak mungkin?


Kita telah mampu merakit kapal ruang angkasa sesuku demi sesuku sambil mengorbitkannya mengitari suatu planit. Namun dalam waktu kurang dari dua puluh tahun, hasil rakitan ini sudah tidak diperlukan lagi, karena ada kemungkinan bagi kita untuk menyiapkan sebuah kapal ruang angkasa raksasa yang akan diluncurkan ke bulan. Di samping itu, penelitian untuk membuat roket pendorong sedang berjalan dengan giatnya, mesin-mesin roket mendatang akan digerakkan oleh tenaga nuklir dan akan bergerak dengan kecepatan yang hampir mendekati kecepatan cahaya.

Suatu metode baru yang hebat dalam peroketan yakni “roket photon” yang akan dicoba. Kemungkinan pelaksanaannya telah dibuktikan dengan mengadakan experimen uji fisik partikel-partikel utamanya satu demi satu. Bahan bakar yang dibawa oleh roket photon akan memungkinkan kecepatan roket mendekati kecepatan cahaya sedemikian rupa, sehingga efek dari relativitas, terutama variasi waktu antara tempat peluncuran dan kapal ruang angkasa dapat bekerja sepenuhnya. Penembakan bahan bakar akan ditransformasikan menjadi radiasi elektromagnit dan di pancarkan dalam bentuk pancaran daya dorong yang berkelompok-kelompok dengan kecepatan cahaya. Secara teori kapal ruang angkasa yang diperlengkapi dengan daya dorong photon dapat mencapai kecepatan 99 persen dari kecepatan cahaya. Dengan kecepatan ini batas-batas pinggiran tata surya kita akan dapat didobrak.

Suatu khayalan yang benar-benar dapat membuat cita-cita menjadi kenyataan. Tetapi kita yang sekarang sedang ada di ambang abad baru hendaknya tidak lupa bahwa langkah-langkah kemajuan teknologi yang dialami kakek nenek kita seperti: “Kereta api, listrik, telegrap, mobil pertama, kapal udara pertama; cukup mengejutkan mereka pada waktu itu. Kita sendiri beberapa tahun atau beberapa puluh tahun yang lalu, baru untuk pertama kalinya mendengar musik lewat radio, melihat TV, berwarna, melihat peluncuran pesawat ruang angkasa, dan melihat para astronot Amerika benar-benar berjalan-jalan di permukaan bulan dan menerima berita serta foto-foto dari satelit yang sedang mengorbit mengitari bumi. Cucu dan cicit kita akan mengadakan wisata antar bintang dan mengadakan penyelidikan kosmos di Perguruan-perguruan Tinggi.

Mari kita ikuti penerbangan kapal ruang angkasa imajiner kita yang sedang menuju ke bintang yang tetap tempatnya dan jauh. Barangkali akan lucu pula kalau kita mencoba membayangkan apa yang dilakukan awak kapal itu untuk menghilangkan waktu lama dalam penerbangan. Mengapa? Karena betapa pun jauhnya jarak yang mereka tempuh dan betapa lambat pun waktu merayap bagi mereka yang tertinggal di bumi, teori relativitas dari Einstein masih tetap berlaku. Mungkin kedengarannya aneh dan tidak masuk akal tapi benar bahwa waktu itu merayap lambat sekali dalam pesawat ruang angkasa yang terbang dengan kecepatan di bawah kecepatan cahaya, bahkan lebih lambat dari pada di bumi. Sebagai contoh, waktu 108 tahun bagi orang di bumi, bagi awak kapal dalam penerbangan alam semesta hanya 10 tahun. Perbedaan waktu antara wisatawan ruang angkasa dan orang di bumi dapat dihitung dengan persamaan dasar roket yang diuraikan oleh Profesor Acheret

VW 1-1(1-t)2 w/c
WC 11+(1-t) 2 w/c 1

di mana
V = kecepatan;
W = kecepatan jet;
C = kecepatan cahaya;
t = berat bahan bakar pada waktu lepas landas.

Pada saat kapal ruang angkasa kita itu mendekati bintang tujuannya, para awak kapal akan mengamati planet-planet; membetulkan posisi mereka, melakukan analisa spektrum, mengukur gravitasi dan menghitung beberapa orbit. Dan akhirnya mereka akan menemukan planet tempat pendaratan yang keadaannya paling menyerupai keadaan di bumi. Kalau kapal ruang angkasa kita itu hanya terdiri dari alat-alat perlengkapan saja, maka setelah penerbangan sejauh katakanlah 80 tahun cahaya karena semua energi telah habis terpakai, para awaknya harus mengisi kembali tangki bahan bakarnya dengan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi. Kemudian misalnya saja planet yang dipilih sebagai tempat pendaratan itu segala-galanya sama dengan di bumi kita. Seperti telah saya katakan permisalan ini sama sekali bukanlah tidak mungkin. Kemudian kita memberanikan diri pula untuk memisalkan bahwa peradaban di planet yang dikunjungi ini perkembangannya sudah setaraf dengan keadaan bumi kita 8.000 tahun yang lalu. Keadaan ini sudah tentu ditetapkan dengan menggunakan instrumen-instrumen dalam kapal ruang angkasa sebelum mendarat. Para wisatawan ruang angkasa ini sudah tentu dalam penerbangannya pernah singgah di tempat yang dekat sekali kepada persediaan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi untuk mengisi energi instrumen-instrumen mereka dengan cepat, dan dengan tepat menunjukkan di pegunungan mana bisa didapat uranium. Pendaratan dilakukan sesuai dengan rencana. Parawisatawan angkasa itu melihat makhluk hidup sedang membuat alat-alat dari batu; dilihatnya pula mereka sedang memburu dan membunuh marga satwa dengan menggunakan tombak; biri-biri dan kambing kelihatan bergerombol sedang merumput di padang rumput; para perajin kelihatan sedang membuat alat-alat sederhana untuk keperluan rumah tangga. Wajah aneh menyambut kedatangan para astronot kita. Tetapi apa yang dipikirkan oleh makhluk primitif dari planet itu tentang benda aneh yang baru saja mendarat di sana, dan sosok-sosok tubuh yang ke luar dari benda aneh itu dianggapnya apa?

Hendaknya kita tidak lupa bahwa kita pun 8.000 tahun yang lalu pernah menjadi makhluk setengah biadab. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan kalau makhluk setengah biadab yang mengalami peristiwa ini menyembunyikan mukanya ke tanah dan tak berani memandang para astronot itu. Sampai sekarang mereka itu masih menyembah matahari dan bulan. Dan sekarang terjadilah goncangan bumi, para dewa turun dari langit; demikian pikir makhluk-makhluk primitif di planet itu. Penghuni planet itu sambil sembunyi di tempat mau mengamati para wisatawan ruang angkasa kita, yang memakai topi aneh, topi bertanduk sebatang logam, helm berantena; mereka keheran-heranan ketika malam gelap gulita menjadi terang benderang seperti siang oleh lampu-lampu sorot/pencari; mereka ngeri melihat orang asing itu di mana dapat dengan mudahnya membumbung ke atas dengan sabuk roket, mereka menyembunyikan lagi kepalanya ke dalam tanah ketika helikopter menderu, mendengus dan mendengung, membumbung tinggi ke atas; dan akhirnya mereka lari menuju tempat pengungsian dalam gua-gua ketika terdengar suara menggelegar dan menakutkan dari gunung-gunung karena ledakan percobaan. Tak ayal lagi para astronot kita itu pasti dianggap dewa yang sakti oleh manusia primitif ini!

Sehari-harian para wisatawan ruang angkasa kita ini melakukan pekerjaan mereka yang sulit rumit itu, dan setelah lewat beberapa waktu, barangkali datanglah delegasi yang terdiri dari para pendeta dan dukun-dukun mendekati para astronot itu dengan maksud mengadakan hubungan langsung dengan para dewa. Mereka membawa sesajen-sesajen untuk menghormati atau menyembah para tamu mereka. Masuk akal kiranya kalau angkasawan kita itu akan dengan cepat mempelajari bahasa penduduk setempat dengan menggunakan komputer, sehingga mereka dapat mengucapkan terimakasih atas keramahan tuan rumah. Namun walaupun diterangkan kepada manusia setengah beradab ini dalam bahasa mereka, bahwa sebenarnya tidak ada dewa yang datang mendarat, bahwa tidak ada makhluk dari yang datang berkunjung ke sana yang lebih tinggi derajatnya dan patut dikagumi; tetap tidak berhasil. Teman-teman primitip kita itu tetap tidak percaya.

Para wisatawan ruang angkasa itu datang dari bintang-bintang lain, mereka nyata sekali mempunyai kekuatan yang dahsyat dan mampu untuk memperlihatkan kekuatan-kekuatan gaib. Mereka itu pasti para dewa, demikian anggapan penduduk planet itu. Dalam usaha para angkasawan itu untuk menjelaskan segala sesuatunya tak berhasil mencapai titik temu pembicaraan untuk dapat menawarkan bantuan apa saja kepada penduduk itu. Pokok pembicaraan semacam itu sama sekali tak terpikirkan oleh penduduk yang telah dikejutkan oleh kedatangan para wisatawan ruang angkasa itu. Sekalipun tak mungkin untuk membayangkan semua hal yang bakal terjadi, tetapi sejak hari pendaratan hal berikut ini kiranya dapat memberikan gambaran tentang rencana yang telah dipikirkan sebelumnya. Sebagian dari penduduk dapat dibujuk dan dilatih untuk membantu dalam penelitian sebuah kawah yang terjadi karena ledakan untuk mendapatkan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi, sehingga dapat digunakan, sebagai bahan bakar untuk pulang ke bumi. Orang yang paling cerdas di antara penduduk mungkin dipilih menjadi “Raja”. Sebagai ciri yang dilihat tentang kemampuannya, mungkin ia diberi sebuah pesawat radio sebagai alat untuk berkomunikasi dengan para dewa itu. Para astronot kita itu mungkin mencoba mengajarkan bentuk-bentuk peradaban sederhana dan konsep-konsep moral kepada mereka, untuk memudahkan  perkembangan tatasosial. Beberapa wanita pilihan mungkin dinikahi oleh para astronot. Jadi mungkin timbul suatu ras baru yang melompati suatu fase atau tahap dalam evolusi bangsa secara alamiah.

Dari perkembangan kita sendiri dapat kita ketahui berapa lamanya waktu yang diperlukan untuk mendidik ras ini menjadi akhli ruang angkasa. Karena itu sebelum para astronot kita terbang kembali ke bumi, mungkin mereka meninggalkan suatu tanda yang dapat dilihat dengan jelas dan yang hanya dapat dipahami jauh di masa mendatang oleh masyarakat yang taraf pengetahuannya di bidang tehnik dan matematika sudah tinggi. Tiap usaha untuk mengingatkan anak didik kita itu akan bahaya yang terkandung di dalamnya sedikit sekali kemungkinannya untuk berhasil. Sekalipun kita perlihatkan kepada mereka film-film yang mengerikan tentang peperangan antara planet dan ledakan ledakan atom, usaha itu tak akan dapat mencegah makhluk-makhluk yang hidup di planet ini berbuat ketololan yang sama: seperti terus-menerus bermain dengan nyala api
peperangan yang dapat membakar itu. Sementara kapal ruang angkasa kita menghilang ke dalam kabut alam semesta, teman kita di planet itu akan berceritera tentang keajaiban yang baru terjadi; “Para dewa itu pernah ada di sini”. Mereka akan menterjemahkan keajaiban itu ke dalam bahasa mereka yang sederhana dan menjadikannya sebagai suatu hikayat yang akan diwariskan turun-temurun kepada anak cucu mereka; akan menjadi tanda kenang-kenangan, dan segala apa yang ditinggalkan para wisatawan ruang angkasa itu akan mereka jadikan sebagai benda pusaka yang keramat.

Andaikata teman kita itu pandai menulis, mungkin mereka akan membuat catatan tentang apa yang telah terjadi: “Gaib, mengerikan, menakjubkan”. Tulisan mereka akan menceritakan dan menggambarkan bahwa para dewa yang berpakaian emas pernah ada di sana dalam kapal terbang yang mendarat dengan gaduh yang dahsyat. Mereka akan menulis ceritera tentang kendaraan perang yang di kendarai para dewa di darat dan di laut, dan tentang senjata-senjata yang mengerikan menyerupai petir, dan akan menceritakan bahwa para dewa itu berjanji akan datang kembali. Apa yang telah mereka lihat itu akan mereka abadikan pada batu-batu atau karang dengan pahat dan palu; seperti raksasa tanpa bentuk, berhelm dan bertanduk sebatang logam, dan memakai kotak pada dadanya. Bola-bola yang dikendarai di udara oleh makhluk-makhluk yang tak dapat dilukiskan; batangan-batangan yang dapat menembakkan sinar bagaikan matahari; bentuk-bentuk aneh menyerupai serangga raksasa yang sebenarnya tak lain dari pada sejenis kendaraan. Fantasi dari lukisan tentang kunjungan kapal ruang angkasa kita itu tak terbatas banyaknya.

Nanti akan kita lihat bekas apa saja yang diukir atau di pahat para dewa yang telah mengunjungi bumi di zaman purbakala yang telah silam, pada batu-batu bertuliskan sejarah masa lampau. Sangatlah mudah untuk membuat sketsa tentang perkembangan berikutnya dari planet yang dikunjungi kapal ruang angkasa kita. Penduduknya telah banyak belajar dengan jalan mengintip para dewa; tempat di mana kapal ruang angkasa pernah berdiri, akan dijadikan tanah suci, suatu tempat orang berziarah; perbuatan-perbuatan heroik dari para dewa akan disanjung dalam nyanyian. Di atas tanah itu akan didirikan piramida dan kuil yang sudah tentu sesuai dengan hukum-hukum astronomis. Penduduk bertambah, peperangan menghancurkan tempat para dewa. Kemudian muncul generasi baru yang menemukan kembali dan menggali tempat-tempat suci itu, dan mencoba menginterpretasikan tanda-tanda yang ditinggalkan para astronot kita.

Inilah tingkat yang kita capai sampai sekarang. Sekarang setelah kita mendaratkan manusia di permukaan bulan, alam pikiran kita terbuka bagi wisatawan ruang angkasa. Kita mengetahui efek dari kedatangan kapal samudra yang mendadak kepada rakyat primitif misalnya di Kepulauan South Sea. Kita mengetahui efek yang merusak datang dari peradaban lain, seperti Corfes pada Amerika Selatan. Maka dengan demikian kita dapat mengerti sekalipun samar-samar tentang pengaruh yang kuat dan fantastis dari kedatangan pesawat ruang angkasa di zaman pra sejarah. Kita harus melihat sekali lagi pada deretan pertanyaan-pertanyaan itu yakni pada serentetan misteri atau kegaiban yang tak terjelaskan itu.

Dapatkah semua itu kita mengerti, seperti halnya dengan sisa-sisa peninggalan dari para wisatawan ruang angkasa dari zaman pra sejarah?

Apakah semua itu dapat membawa kita ke masa silam tetapi tetap ada kaitannya dengan rencana-rencana kita untuk masa depan?

(Erich von Däniken)
Continue reading Ketika Kapal Ruang Angkasa Mendarat di Bumi