06 Juli 2022

Perlambang

Bintang mungkin sebuah perlambang: bahwa yang sudah mati pun bisa terus bersinar dan terlihat indah dari kejauhan, bahkan setelah bertahun-tahun kemudian.

Aku mendapatkan kesan itu setelah nyaris setiap malam menggelandang bersama bintang-bintang – sekian purnama setelah kau pergi di pagi yang basah waktu itu. Oh ya, tentu saja aku masih mengingat dengan sempurna setiap detail adegan yang membuat hatiku seperti dirajam sembilu.

 


Dulu aku pernah bertanya, “Kenapa kita mesti berpisah?”

 

Dan kamu menjawab, “Kenapa tidak?”

 

“Kita” mungkin bukan gagasan yang bagus ketika aku dan dirimu sesungguhnya memang jalan yang bercabang. Bukankah kamu sendiri yang bilang, kita adalah dua orang yang berbeda. Dengan kelebihan dan kekurangan, keinginan, harapan, keberanian, juga ketakutan masing-masing.

 

Dan ketika dua yang berbeda itu hendak dijadikan satu, yang terjadi bukan saling melengkapi, melainkan baku menyakiti. Ah, kamu pasti juga masih ingat ketika aku ingin ke utara, sedangkan kamu ingin ke selatan. Kamu mau pantai, aku berharap pegunungan.

Memang ada masa-masa ketika secangkir kopi panas terasa nikmat kita sesap berdua. Sewaktu kita hanya perlu satu payung sebagai pelindung dari tumpahan hujan yang begitu deras.

 

Tapi rupanya gagasan tentang “kita” mudah retak di tengah jalan. Dan aku seperti kupu-kupu dengan sayap yang patah ketika “kita” berubah menjadi belenggu.

 

Maka mengertilah kalau aku kemudian memilih jalan yang sulit

Aku lebih suka jalan yang paling jarang dilalui orang, demi membuat perbedaan. Tapi percayalah, kamu selalu menjadi bintang di hatiku.

 

Kamu tentu tahu bahwa bintang mungkin sebuah perlambang: bahwa yang mati pun masih terlihat indah dari kejauhan, bertahun kemudian.

 

 

0 comments:

Posting Komentar